Riya
Riya adalah berbuat kebaikan/ibadah
dengan maksud pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya
sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa,
sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni
apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan
selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang
munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji
tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. (HR. Ibnu Babawih).
Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia belaka.
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia” [QS. Al-Baqarah:
264]
“Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya,
yang berbuat karena riya” [Al Maa’uun 4-6]
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang
riya itu sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan
rajanya. Namun ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan
berbuat baik untuk mendapat pujian dari budak-budak tersebut.
Nah orang yang riya juga begitu. Ketika
hanya berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan
beribadah. Tapi ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak
Allah, maka dia jadi rajin shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk
mendapat pujian para budak. Adakah hal itu tidak menggelikan?
Agar terhindar dari riya, kita harus meniatkan segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).
Bakhil atau Kikir
Bakhil alias Kikir alias Pelit alias
Medit adalah satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga
tidak mau bersedekah.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan
itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran 180]
Padahal segala harta kita termasuk diri
kita adalah milik Allah. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa.
Telanjang tanpa busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali
beberapa helai kain yang segera membusuk bersama kita.
Sesungguhnya harta yang kita simpan itu
bukan harta kita yang sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi
kita. Begitu pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup
bermegah-megahan seperti beli mobil dan rumah mewah.
“Dan adapun orang-orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka
kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya
tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa” [Al Lail 8-11]
Yang justru jadi harta yang bermanfaat
bagi kita di akhirat nanti adalah harta yang kita belanjakan di jalan
Allah atau disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya
adalah istana surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
“Berlomba-lombalah kamu kepada
(mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al
Hadiid 21]
0 komentar:
Posting Komentar